Praktik-praktik usaha anti-persaingan yang bertolak belakang dengan prinsip good corporate gavernance (CGC) telah lama berkembang dan tumbuh subur di Negara kita. Beberapa praktik anti-persaingan usaha yang dapat dijumpai dalam kegiatan bisnis di Indonesia, antara lain adanya praktek persekongkolan (conspiracy) perusahaan tertentu untuk memenangkan tender di institusi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan swasta. Selain itu telah membudaya pula tender arisan dalam system pengadaan barang (procurement). Sudah barang tentu hal ini dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat serta terabaikannya prinsip keterbukaan (transparency) dan kewaujaran (fairness). Bambang Subianto, mantan Menteri keuangan RI dalam suatu kesempatan seminar tentang "Pencanangan e-Auction di lingkungan BUMN", menyatakan bahwa perilaku curang dalam bisnis sudah mewabah dan sudah sejak lama dipraktikkan. Hal tersebut mengacu pada dua petunjuk gejala umum, yaitu praktik membesarkan biaya investasi (yang dikenal dengan istilah mark up) dan praktik perkomisiandalam pengadaan barangdan jawsa. Yang terakhir ini tercermin dari kenyataan bahwa di suatu perusahaan maupun di instansi pemerintah muncul istilah " jabatan basah" dan " jabatan kering". Hal tersebut mengakibatkan timbulnya biaya tinggi (high cost economy) serta cenderung membuka peluan terjadinya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Course Modules 13.1 Cara Penerapan Prinsip GCG
13.3 Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen
13.3 Persaingan Usaha yang Sehat